Jakarta, 24 Juli 2025 | Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) resmi mengumumkan bahwa lebih dari 28 juta rekening pasif atau “rekening nganggur” yang sebelumnya diblokir kini telah dibuka kembali. Keputusan ini memicu perdebatan hangat di kalangan perbankan, penegak hukum, dan masyarakat luas. Sebab, langkah tersebut tak hanya berimplikasi pada soal teknis keuangan, tapi juga membuka dimensi hukum yang lebih dalam—dari pencucian uang hingga potensi penyalahgunaan identitas.
Langkah pembukaan kembali puluhan juta rekening itu dinyatakan sebagai hasil audit besar-besaran yang dilakukan PPATK sepanjang 2024–2025, dalam rangka pembersihan sistem keuangan nasional dari rekening zombie yang tidak digunakan dalam jangka waktu lama, tidak memiliki aktivitas transaksi, namun memiliki potensi disalahgunakan.
Latar Belakang: Mengapa Rekening Ini Diblokir?
PPATK sejak tahun 2022 telah melakukan pemetaan terhadap rekening yang dianggap mencurigakan. Termasuk di antaranya adalah:
- Rekening tanpa aktivitas selama lebih dari 18 bulan.
- Rekening yang teridentifikasi terdaftar ganda dengan data identitas yang tidak sinkron.
- Rekening yang dibuka melalui digital banking tapi tidak diverifikasi ulang secara biometrik.
- Rekening yang sebelumnya tercatat dalam database transaksi mencurigakan (STR).
Pemblokiran dilakukan atas dasar UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait prinsip Know Your Customer (KYC) dan monitoring transaksi.
Mengapa Kini Dibuka Lagi? Ini Penjelasan Resmi PPATK
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam konferensi pers nasional menyatakan bahwa pembukaan kembali rekening ini bukan berarti menghapus status waspada terhadapnya. Melainkan, setelah diverifikasi oleh sistem baru yang terintegrasi dengan data kependudukan dan sistem SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), rekening yang tidak terbukti digunakan untuk kejahatan kini diberikan akses kembali.
“Dari 37 juta rekening pasif yang diblokir, sebanyak 28 juta dinyatakan clear secara administratif dan hukum. Sisanya masih dalam pantauan khusus,” ujarnya.
PPATK juga menegaskan bahwa sistem pengawasan kini lebih ketat, dengan integrasi langsung antara bank, Dukcapil, dan pihak kepolisian.
Potensi Dampak Hukum: Apakah Aman Dibuka Lagi?
Langkah PPATK ini juga menjadi sorotan para pakar hukum. Menurut pengamat hukum perbankan, Prof. Arsyad Hakim, pembukaan rekening yang sebelumnya diblokir harus disertai dengan dasar hukum kuat dan transparansi publik, agar tidak memicu gugatan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat pemblokiran sebelumnya.
“Kalau dulu diblokir tanpa proses hukum terbuka, sekarang dibuka kembali tanpa notifikasi jelas, bisa jadi dasar class-action,” katanya.
Lebih lanjut, sejumlah LSM yang fokus pada perlindungan konsumen menilai bahwa nasabah memiliki hak untuk tahu status rekening mereka secara real-time, termasuk apabila pernah menjadi bagian dari sistem monitoring PPATK.
Bank-Bank Diminta Lebih Ketat Lakukan KYC
Dengan dibukanya kembali puluhan juta rekening, perbankan nasional kini dibebani tanggung jawab lebih besar untuk mengawasi transaksi mencurigakan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) bahkan mengeluarkan surat edaran baru yang menekankan:
- Verifikasi ulang data nasabah pasif.
- Peningkatan fitur anti-fraud dalam aplikasi mobile banking.
- Sistem alert dini (early warning system) untuk transaksi tidak wajar.
- Kewajiban lapor transaksi tunai besar (CTR) tanpa penundaan.
Menurut data OJK, lebih dari 80% dari rekening yang dibuka kembali berasal dari segmen rekening retail dengan saldo di bawah Rp1 juta, namun sisanya berada pada kelas dormant account korporasi, yang memiliki nilai besar namun tidak aktif.
Isu Krusial: Rekening Bodong dan Identitas Ganda
Dari 28 juta rekening yang dibuka kembali, sekitar 2 juta di antaranya diduga berasal dari pembuatan massal dengan identitas palsu, yang dulu biasa dipakai untuk keperluan undian, afiliasi palsu, hingga penipuan daring. Ini menjadi tantangan hukum tersendiri.
PPATK menyatakan bahwa rekening-rekening tersebut tetap dimasukkan ke dalam Daftar Monitoring Internal, dan jika ditemukan kembali digunakan untuk aktivitas mencurigakan, maka akan langsung diblokir otomatis.
Membersihkan Sistem, Tapi Jangan Longgar Pengawasan
Pembukaan kembali 28 juta rekening pasif adalah langkah besar yang merefleksikan niat baik pemerintah dalam merapikan sistem keuangan nasional. Namun, langkah ini tidak boleh menjadi celah bagi pelaku kejahatan finansial untuk kembali memanfaatkan lubang dalam sistem.
Dengan pendekatan yang mengedepankan verifikasi hukum dan pengawasan transaksi digital berbasis AI, PPATK kini diuji: apakah sistem ini benar-benar mampu membedakan mana nasabah sah dan mana pelaku cuci uang berkedok rekening pasif.
Masyarakat pun dihimbau untuk aktif memeriksa status rekening, memverifikasi KYC, dan segera melapor jika merasa dirugikan atas pembekuan atau pengaktifan rekening tanpa pemberitahuan jelas.
BACA ARTIKEL LAINNYA DISINI>>> https://smk28petahanan.sch.id