Medan, Sumatera Utara – Operasi Patuh Toba 2025 yang digelar secara serentak di wilayah Sumatera Utara kembali menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena skala besar dan intensitasnya yang tinggi, namun juga karena keterlibatan lintas instansi, termasuk Polisi Militer (PM) dan Dinas Perhubungan (Dishub) yang secara aktif berpartisipasi dalam razia gabungan tersebut.
Kehadiran dua institusi tersebut dinilai memperkuat fungsi pengawasan serta efektivitas penegakan hukum di lapangan. Di sisi lain, tak sedikit warga yang menyampaikan suara mereka, baik dukungan maupun kritik, terhadap pelaksanaan razia yang berlangsung sejak awal Juli hingga pertengahan Agustus 2025.
Tujuan Operasi Patuh Toba 2025: Disiplinkan Lalu Lintas, Tekan Angka Kecelakaan
Operasi Patuh Toba adalah agenda tahunan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumut yang bertujuan untuk:
- Meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan lalu lintas
- Menekan angka kecelakaan dan pelanggaran di jalan raya
- Menumbuhkan kesadaran tertib berlalu lintas sebagai budaya
Dalam edisi tahun 2025 ini, operasi lebih ditekankan pada kendaraan roda dua dan kendaraan niaga, yang menurut data Korlantas Polri, menyumbang lebih dari 70% pelanggaran lalu lintas di wilayah Sumut selama dua tahun terakhir.
Keterlibatan PM dan Dishub: Razia Jadi Lebih Ketat dan Terpadu
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, Operasi Patuh Toba 2025 melibatkan Polisi Militer (PM) TNI dan petugas dari Dinas Perhubungan di titik-titik strategis seperti Jalan Gatot Subroto, Jalan Sisingamangaraja, dan kawasan Pelabuhan Belawan.
Kehadiran PM ditujukan untuk memastikan penegakan aturan terhadap pengendara yang merupakan anggota TNI atau menggunakan kendaraan berpelat dinas militer. Sementara itu, Dishub bertugas mengecek kelayakan kendaraan umum, termasuk trayek, izin angkutan, serta uji kir.
“Kami ingin operasi ini tidak hanya menyasar masyarakat sipil, tapi juga memastikan bahwa semua unsur, termasuk aparat dan kendaraan umum, taat pada aturan,” ujar Dirlantas Polda Sumut dalam konferensi pers.
Reaksi Warga: Antara Apresiasi dan Kritik
Pelaksanaan operasi gabungan ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat. Sejumlah warga menyatakan apresiasi terhadap tindakan tegas aparat, karena dinilai dapat menekan pelanggaran dan meningkatkan keselamatan berlalu lintas, terutama menjelang libur panjang dan puncak arus mudik lokal.
Namun, tak sedikit pula yang menyuarakan keberatan terhadap metode razia yang dianggap terlalu agresif, khususnya bagi pengendara roda dua. Beberapa warga menyebut razia dilakukan di waktu sibuk, sehingga mengganggu arus lalu lintas dan aktivitas warga yang sedang bekerja.
Melalui platform media sosial dan kanal pengaduan digital pemerintah daerah, suara warga pun terus mengalir.
“Kami setuju penertiban, tapi jangan sampai intimidatif. Harus ada edukasi juga, bukan cuma penilangan,” tulis akun @putrasumut di media sosial X (Twitter).
Fakta di Lapangan: 12.000 Lebih Pelanggar Terjaring dalam Dua Pekan
Data dari Ditlantas Polda Sumut per 20 Juli 2025 mencatat lebih dari 12.000 pelanggar terjaring selama dua minggu pelaksanaan operasi. Mayoritas pelanggaran meliputi:
- Tidak menggunakan helm standar SNI
- Melanggar marka jalan dan lampu merah
- Tidak memiliki SIM atau STNK
- Kendaraan angkutan tanpa izin resmi
Pelanggar langsung ditindak sesuai hukum yang berlaku, baik berupa tilang manual maupun e-tilang. Namun yang menarik, sekitar 300 pengendara diberikan edukasi langsung dan diberi peringatan keras tanpa penilangan, sebagai bagian dari pendekatan humanis yang diterapkan oleh beberapa petugas di lapangan.
Dishub: Operasi Bukan Hanya untuk Tilang, Tapi Evaluasi Transportasi
Menurut perwakilan Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara, Operasi Patuh Toba 2025 juga dijadikan momen untuk evaluasi sistem transportasi dan angkutan jalan, khususnya di wilayah padat kendaraan dan rawan pelanggaran.
Dishub menyebut ada lebih dari 50 kendaraan umum yang ditemukan tidak layak jalan, namun masih beroperasi secara ilegal. Kendaraan tersebut kini dalam proses pencabutan izin trayek dan diberikan sanksi administratif kepada pemiliknya.
Harapan Warga: Konsistensi, Transparansi, dan Edukasi
Meski operasi berjalan masif, masyarakat berharap razia tidak hanya bersifat momentum musiman, tetapi menjadi bagian dari gerakan berkelanjutan untuk membangun budaya tertib berlalu lintas. Warga juga meminta agar aparat menunjukkan sikap adil, humanis, dan mengedepankan pendekatan edukatif, bukan semata-mata penindakan.
“Yang dibutuhkan warga bukan cuma operasi besar, tapi konsistensi dan pelayanan yang adil dari petugas,” kata Rahmawati, seorang ibu rumah tangga di Medan.
Suara Warga Jadi Cermin Evaluasi Operasi Patuh Toba
Operasi Patuh Toba 2025 membuktikan bahwa kolaborasi antar instansi seperti Polri, PM, dan Dishub dapat memperkuat efektivitas penegakan hukum di jalan raya. Namun demikian, dalam setiap operasi besar, suara warga tetap harus didengar dan dijadikan bahan evaluasi untuk membangun sistem transportasi yang adil, aman, dan manusiawi.
Ke depan, diharapkan razia seperti ini tidak hanya menjadi ajang penertiban, tetapi juga bagian dari gerakan edukasi sosial yang mendorong kesadaran kolektif akan pentingnya keselamatan di jalan raya.
BACA ARTIKEL LAINNYA DISINI>>> https://smk28petahanan.sch.id