Indonesia Gaspol! Sektor Tambang Disiapkan Jadi Penopang Ekonomi 8%

Jakarta, 25 Juli 2025 | Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 8% dalam beberapa tahun ke depan, dan sektor tambang disebut menjadi motor penggerak utama untuk mencapai ambisi tersebut. Dengan kontribusi signifikan terhadap devisa, penyerapan tenaga kerja, serta penguatan industri hilir, pertambangan diproyeksikan memainkan peran strategis dalam mengakselerasi laju perekonomian.

Tambang Sebagai Pilar Ekonomi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, kontribusi sektor tambang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat. Pada tahun 2024, nilai ekspor mineral dan batu bara mencapai rekor tertinggi, didorong oleh permintaan global akan komoditas seperti nikel, tembaga, emas, dan bauksit.

Menteri ESDM, dalam keterangannya, menyebut bahwa hilirisasi tambang menjadi kunci.

“Bukan hanya ekspor bahan mentah, tapi mengubahnya menjadi produk bernilai tambah tinggi. Inilah yang akan memperkuat daya saing Indonesia di pasar dunia,” ujarnya.

Target Ambisius: 8% Pertumbuhan Ekonom

Pertumbuhan ekonomi 8% dianggap sebagai target ambisius yang hanya bisa dicapai jika sektor strategis seperti pertambangan dan energi dikelola secara optimal. Pemerintah menyiapkan beberapa langkah:

  1. Mendorong Hilirisasi – Pembangunan smelter untuk mengolah hasil tambang di dalam negeri.
  2. Ekspansi Ekspor – Memperluas pasar ke negara-negara yang membutuhkan pasokan mineral strategis.
  3. Digitalisasi Tambang – Penerapan teknologi untuk efisiensi produksi dan transparansi operasional.
  4. Penguatan Infrastruktur – Pembangunan pelabuhan khusus tambang dan jalur logistik baru.

Ekonom senior, Prof. Andi Mahendra, menilai fokus pada tambang bisa menjadi “game changer”.

“Dengan harga komoditas global yang cenderung stabil, Indonesia memiliki momentum untuk memaksimalkan keuntungan dari sumber daya alamnya,” jelasnya.

Kontribusi Nikel, Emas, dan Batu Bara

Tiga komoditas utama — nikel, emas, dan batu bara — menjadi penopang terbesar bagi penerimaan negara.

  • Nikel: Didorong permintaan dari industri baterai kendaraan listrik.
  • Emas: Menjadi aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global.
  • Batu Bara: Meski dunia bergerak ke energi terbarukan, permintaan batu bara untuk pembangkit listrik di Asia masih tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sektor tambang menyumbang lebih dari 12% PDB di kuartal pertama 2025, dengan tren pertumbuhan positif.

Tantangan: Lingkungan & Keberlanjutan

Meski potensinya besar, pertambangan juga menghadapi tantangan serius. Dampak lingkungan, seperti kerusakan hutan, pencemaran air, dan degradasi lahan, menjadi sorotan. Pemerintah berkomitmen memperketat pengawasan dan menerapkan prinsip green mining untuk memastikan eksploitasi sumber daya tidak merusak ekosistem.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menekankan pentingnya keberlanjutan.

“Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan kelestarian lingkungan dan hak masyarakat lokal,” ujar Direktur LSM Hijau Bumi.

Potensi Investasi Asing

Optimisme pemerintah juga ditopang oleh minat investor global. Sejumlah perusahaan tambang multinasional telah menyatakan komitmen untuk menanamkan modal dalam proyek smelter, eksplorasi mineral kritis, hingga infrastruktur pendukung.

Kementerian Investasi memperkirakan potensi investasi sektor tambang dalam lima tahun ke depan bisa menembus USD 50 miliar, dengan sebagian besar diarahkan ke hilirisasi dan teknologi ramah lingkungan.

Kesimpulan

Dengan pengelolaan yang tepat, sektor tambang dapat menjadi mesin penggerak utama menuju pertumbuhan ekonomi nasional 8%. Namun, keberhasilan ini akan sangat bergantung pada keseimbangan antara kepentingan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Indonesia kini berada di persimpangan: memanfaatkan kekayaan alamnya untuk kemajuan atau terjebak dalam siklus eksploitasi tanpa keberlanjutan.

BACA ARTIKEL LAINNYA DISINI>>> https://smk28petahanan.sch.id